close

Prof Arif Satria Terangkan Strategi Pendidikan Ekonomi Syariah Era 4.0

Industri keuangan syariah tanpa diragukan telah berkembang pesat di Indonesia. Hanya saja, dari sisi supply dan demand terhadap sumberdaya manusia (SDM) ekonomi syariah secara kuantitas masih jauh dari harapan. Faktanya, baru ada 25-30 persen SDM yang memiliki latar belakang kompetensi syariah. Dimana hanya 10 persen yang merupakan lulusan pendidikan ekonomi syariah secara formal.

Hal tersebut disampaikan Prof Arif Satria, Rektor IPB University dalam Studium Generale yang diinisiasi oleh Program Pascasarjana Perbankan Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 27/4. Menghadapi kenyataan itu, Prof Arif merasa perlu bagi penyelenggara pendidikan keuangan syariah saat ini untuk merumuskan strategi yang tepat.

“Pengetahuan syariah memang penting, tapi soft skill dan mindset juga tak kalah penting. Orang yang memiliki growth mindset selalu optimis terhadap masa depan, yakin bahwa dia mampu. Kepercayaan diri ini yang menjadi modal dalam bekerja,” ujar Prof Arif.

Dalam menciptakan keseimbangan antara supply dan demand tenaga kerja di industri ekonomi syariah, lanjut Prof Arif, diperlukan penyelarasan kurikulum dan metode pembelajaran di perguruan tinggi. Yang juga penting, menurutnya adalah menjelaskan persepsi pelaku industri tentang kompetensi lulusan perguruan tinggi dan merumuskan strategi untuk memenuhi kebutuhan pengembangan SDM.

Baca Juga :  Tim Riset Gabungan UTU, USK dan Umuslim Lakukan Kajian Rumah Ikan Buatan Ramah Lingkungan

“Strategi itu misalnya dengan penguatan program studi ekonomi syariah dengan kurikulum integratif, memperbanyak riset, studi dan penelitian tentang ekonomi syariah. Kemudian memfasilitasi tenaga pengajar ke jenjang pendidikan lebih tinggi dan program pengembangan kapasitas,” imbuhnya.

Selain itu, menurut Prof Arif, saat ini perlu adanya standarisasi kurikulum ekonomi syariah di tingkat nasional. Pasalnya, selama ini kurikulum pendidikan yang dilaksanakan perguruan tinggi memiliki dua fokus yang berbeda.
Pertama, yang berfokus pada hukum ekonomi syariah/bisnis syariah, dimana menitikberatkan aspek hukum islam dari entitas ekonomi. Hasilnya, lulusan akan memiliki konsentrasi hukum islam tanpa pemahaman ekonomi yang kuat.

“Atau sebaliknya, fokus pada ilmu ekonomi, tetapi pemahaman terhadap hukum islamnya rendah. Sehingga ini perlu diintegrasikan antara hukum ekonomi syariah dan ilmu ekonomi syariah dan perlu strandarisasi kurikulum nasional. Ini supaya lulusan kita betul-betul kompatibel terhadap kebutuhan pasar,” tuturnya.

Baca Juga :  ITS Dampingi Kemensos Latih Pemuda Papua Membuat Long Boat

Menjawab tantangan era disrupsi pada revolusi industri 4.0 ini, kata Rektor, IPB University juga telah mendesain kurikulum baru yang disebut sebagai K2020. Dimana tujuan pendidikan pendidikan IPB University 4.0 adalah menghasilkan lulusan pembelajar yang tangguh atau powerful agile learner.

“Karena dunia saat ini tidak hanya membutuhkan ketepatan, namun juga kecepatan. Pada saat yang sama powerful agile learner ini diperkuat dengan tandem antara mindset dan skill set. Dua hal ini kita siapkan melalui integrasi kurikulum antara akademik dengan non akademik,” sebut Prof Arif.

Dalam kegiatan tersebut, turut hadir Prof Amany Lubis, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Prof Azyumardi Azra dan Prof Euis Amalia, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah. (Rz/Zul)