close

MAHASISWA UNTAD GAGAS ARTIFICIAL MICROHABITAT UNTUK MASKOT NASIONAL IKAN HIAS AIR LAUT, BANGGAI CARDINAL FISH

(Ket. foto : Tim BCF bersama Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fapetkan Untad, Dr Ir Samliok Ndobe MSi)

I Kadek Suka Artayasa, Moh Salim Manabanti, Karimullah dan Devi Elvina Sari, Empat Mahasiswa Program Studi Akuakultur Fapetkan Untad menggagas ide tentang Artificial microhabitat pada pemeliharaan maskot nasional ikan hias air laut, Banggai Cardinal Fish (BCF).

BCF sering dikenal pula dengan nama Ikan Capungan Banggai. Ikan endemik dengan nama latin Pterapogon kauderni ini hidup di perairan Kepulauan Banggai dan beberapa pulau kecil disekitarnya. Pada umumnya ikan ini ditemukan diwilayah perairan dangkal pada kedalaman antara 0,5 m – 2,5 m di wilayah perairan yang tenang, padang lamun dan terumbu karang.

Ketua Tim Penelitian, I Kadek Suka Artayasa mengatakan, gagasan Artificial microhabitat untuk BCF ini bemula dari keresahan terhadap kondisi populasi BCF yang kian menurun akibat degradasi habitat di alam. Dimana menurut Internasional Union Conservation Of Nature (IUCN) pada akhir tahun 2007, BCF menjadi salah satu organisme yang terancam punah.

Baca Juga :  Desain Mahasiswa Kriya Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Terpilih Sebagai Desain Motif Batik Tik Tok dan Tokopedia

Lebih lanjut Kadek mengungkapkan, mikrohabitat alami BCF yaitu Bulu babi menjadi inspirasi Artificial microhabitat ini. Duri-duri yang panjang dari Bulu babi diketahui menjadi tempat berlindung bagi larva ikan BCF. Namun di alam, hewan yang juga dikenal dengan landak laut itu mengalami ekploitasi oleh manusia sehingga mengurangi populasi mikrohabitat alami tersebut sehingga berdampak pula pada turunya populasi BCF.

Artificial microhabitat rancanganKadek dan kawan-kawan dibuat dari bahan ijuk sebagai duri yang ditancapkan pada cetakan semen sehingga menyerupai bentuk Bulu babi. Kadek mengatakan, selain bentuk, struktur dan warnanya yang mirip dengan duri Buli babi, bahan ijuk juga dipilih agar artificial microhabitat yang dirancang timnya dapat bersifat ramah lingkungan.

Baca Juga :  Edukasi Santri Di Pondok Pesantren, Upaya Cegah Covid-19

“Kami memilih ijuk sebagai bahan dalam artificial microhabitat ini pertama karena ijuk dari segi bentuk struktur dan warnanya mirip dengan duri Bulu Babi. Alasan kedua, karena ijuk merupakan bahan alami sehingga artificial microhabitat ini bisa bersifat ramah lingkungan.” Jelas Kadek.

Saat ini, Artificial microhabitat yang digagas Kadek dan tim menjadi salah satu judul yang didanai oleh Dikti pada ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2021 dalam skema PKM-Riset Eksakta (PKM-RE).

Moh Salim Manabanti, salah satu anggota tim menambahkan, sejumlah persiapan untuk penelitian ini pun tengah dilakukan demi membuahkan hasil yang maksimal. Ia juga berharap, gagasan tersebut dapat diterapkan dalam rangka penyelamatan maskot nasional ikan hias air laut tersebut  dan mereka pun bertekad untuk bisa melaju ke ajang PIMNAS.

“Semoga penelitian kami ini bisa berhasil sehingga gagasan ini bisa diterapkan untuk penyelamatan populasi BCF dan kami berharap bisa melaju ke PIMNAS.” Ujarnya. (WN)