close

Ditjen Diktiristek Menyerukan Permendikbud PPKS Pada 16 Hari Aktivisme Menentang Kekerasan Berbasis Gender

Jakarta – Dalam rangka memperingati 16 Hari Aktivisme Menentang Kekerasan Berbasis Gender, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) Kemendikbudristek berkolaborasi dengan Institut Français d’Indonésie, Kedutaan Besar Perancis di Indonesia, dan UN Women menyelenggarakan diskusi publik “Menangani Kekerasan Berbasis Gender di Perguruan Tinggi” yang diselenggarakan secara daring pada Jumat (26/11).
 
Pelaksana tugas Dirjen Diktiristek Nizam menjelaskan bahwa berdasarkan laporan Komnas Perempuan, 27% tindakan kekerasan seksual dilaporkan terjadi di lingkungan pendidikan tinggi. Ini terjadi di 79 kampus dan 29 kota. “Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena dampak kekerasan seksual dirasakan seumur hidup oleh penyintas dan dapat menurunkan mutu pendidikan tinggi”, ungkap Nizam.
 
Hal ini mendorong Kemdikbudristek menginisiasi Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permendikbudristek PPKS). Nizam menjelaskan ada empat tujuan dari Permendikbud ini antara lain 1) Untuk melindungi pemenuhan hak pendidikan untuk setiap warga negara Indonesia yang sesuai undang-undang; 2) Menanggulangi kekerasan seksual dengan pendekatan institusional dan berkelanjutan; 3) Peningkatan pengetahuan tentang kekerasan seksual, ini juga salah satu isu yang penting jadi banyak warga kampus yang tidak memahami atau pengetahuannya tentang kekerasan seksual itu sangat terbatas; dan 4) Menjadi penguatan kolaborasi antara Kemendikbudristek dan perguruan tinggi.
 
Sasaran dari Permendikbudristek ini mencakup penanganan dan pencegahan untuk sebelas bentuk kekerasan seksual yang terjadi antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen, mahasiswa dengan tenaga pendidikan, mahasiswa dengan mahasiswa dari perguruan tinggi lain, mahasiswa dengan dosen dari perguruan tinggi lain, kemudian juga mahasiswa dengan tenaga kependidikan, dosen dengan dosen dan lain sebagainya. “Jadi ruang lingkup yang kita lindungi dalam peraturan ini adalah warga kampus baik itu mahasiswa, dosen, maupun tenaga pendidikan”, jelas Nizam.
 
Lebih lanjut Nizam menjelaskan bahwa Permendikbudristek PPKS ini berupaya menghilangkan area abu-abu dengan mendetailkan berbagai bentuk kekerasan seksual. Peraturan ini juga mengatur langkah-langkah pencegahan dan penanganan untuk mengurangi dampak dari kekerasan seksual. “Upaya pencegahan sangat penting kita lakukan secara institusional baik melalui pendisikan, pembelajaran, dan penguatan tata kelola di kampus”, jelas Nizam.
 
Salah satu aksi yang perlu dilakukan kampus untuk implemetasi Permendikbudristek PPKS adalah pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di setiap kampus. Nizam berharap pada akhir November ini capaian Pembentukan Satgas PPKS di perguruan tinggi dapat mencapai 30% dan ditargetkan akan mencapai 100% di akhir 2022.
 
Nizam berharap bahwa dengan adanya Permendikbudristek PPKS dapat menjadikan suasana kampus kondusif, nyaman untuk kegiatan pembelajaran dan pengembangan tridarma pendidikan tinggi, dan menjadikan kampus bebas dari tindakan kekerasan seksual. “Semoga dengan adanya PPKS ini kita bisa mewujudkan kampus yang aman dan nyaman bagi masyarakat, dan kekerasan seksual dapat kita hapus di lingkungan pendidikan tinggi”, harap Nizam.
 
Sementara itu, Konselor Kedutaan Besar Perancis di Indonesia & Direktur Institut Français Indonesia Stéphane Dovert menyatakan dukungannya atas upaya Kemedikbudristek untuk memerangi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi melalui Permendikbudristek PPKS. “Saya ingin menyampaikan apresiasi dan dukungan terhadap komitmen dari Menteri Dikbudristek dalam memerangi kekerasan berbasis gender di perguruan tinggi. Upaya ini sangat penting dilakukan. Perancis dan Indonesia berupaya memerangi hal yang sama. Kita bisa saling belajar dan berbagi satu sama lain.” Ujar Dovert.
 
Dovert memandang perlunya kerja sama dan dukungan semua pihak dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender di lingkungan pendidikan tinggi. “Ke depan perlu kerja sama semua perguruan tinggi di dunia untuk bertindak, bersuara lebih lantang dan menentang berbagai bentuk kekerasan berbasis gender”, ujar Dovert.
(YH/DZI/DH/NH/SHA/MSF)
 
Humas Ditjen Diktiristek
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
 
Laman : www.diktiristek.kemdikbud.go.id
FB Fanpage : @ditjen.dikti
Instagram : @ditjen.dikti
Twitter : @ditjendikti
Youtube : Ditjen Diktiristek
E-Magz Google Play : G-Magz
Tiktok : Ditjen Dikti

Baca Juga :  Berusia 15 Tahun, Hasna Jadi Mahasiswa Termuda ITS 2022

#KampusMerdekaIndonesiaJaya
#DiktiSigapMelayani