Pakar IPB University Bahas Kemajuan dan Tantangan Diagnosis Virus Pada Tanaman
Ada banyak tantangan untuk mendapatkan tanaman yang tinggi produktivitas dan berkualitas. Salah satunya adalah pengendalian virus. Virus pada tanaman memiliki kemampuan untuk memperbanyak diri dengan cepat dan mudah menyesuaikan dengan lingkungan sehingga penyebarannya dapat terus meluas. Hal ini mendorong Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB University menyelenggarakan Webinar Kabar Fitopatologi dengan tema “Kemajuan dan Tantangan Diagnosis Virus Tanaman” (31/5).
Prof Sri Hendrastuti Hidayat yang hadir dalam kegiatan ini memaparkan tentang deteksi virus tanaman dari masa ke masa. “Tantangan pengembangan metode deteksi virus tumbuhan di antaranya yaitu sensitivity (sensitifitas), specificity (spesifikasi), dan early detection (deteksi cepat). Upaya deteksi cepat dapat menggunakan metode hyperspectral dan Thermal Imaging Methods. Yakni memanfaatkan perubahan warna dan suhu tanaman sebagai indikator tanaman sakit atau tidak,” ujar Kepala Divisi Penyakit Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman Faperta, IPB University ini.
Masa depan deteksi virus di Indonesia tentu menjadi pertanyaan, hal ini kemudian dibahas oleh Sari Nurulita, Dosen IPB University dari Departemen Protesi Tanaman, Fakultas Pertanian.
Dalam pembahasannya, Sari menjelaskan dua metode deteksi umum yaitu menggunakan real time Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Lamp-PCR. Ia mengungkapkan, ”Mengembangkan teknik deteksi virus pada tanaman membutuhkan kolaborasi antara industri dan petani, universitas, pusat penelitian serta karantina tanaman.”
Deteksi adanya virus pada tanaman dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung, serologi/molekuler, dan sensor cahaya/citra. Ketiganya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Pada pengamatan langsung dapat dilakukan dengan mudah dan praktis, namun tidak spesifik dan berpeluang besar adanya keterbatasan visual pengamat. Pengamatan molekuler, memiliki keunggulan yang spesifik dan akurat, namun terdapat keterbatasan sebab fasilitas laboratorium yang kurang lengkap dan biaya yang tinggi.
“Adapun untuk deteksi sensor cahaya memiliki keunggulan yaitu mudah dan praktis untuk dilakukan dan dapat menguji jumlah sampel yang lebih banyak. Namun kelemahannya adalah tidak spesifik serta membutuhkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang memiliki kemampuan komputasi dan analsis data,” tambah Asmar Hasan, Mahasiswa Pascasarjana, IPB University.
Asmar Hasan memaparkan tentang cara deteksi dini gejala virus mosaik berbasis pengolahan citra termal (Termografi). Adapun tahapannya yaitu pertama dengan perekaman citra, kemudian pengolahan citra, lalu visualisasi citra berdasarkan tingkat warna. Selanjutnya adalah dengan analisis statistika data suhu.
“Saat analisis, berdasarkan pengolahan citra terdapat warna gelap dan terang. Gelap menandakan suhu yang lebih rendah dan terang menunjukkan suhu yang tinggi. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa pada daun di setiap daerahnya memiliki suhu yang berbeda-beda,” tuturnya. (SMH/Zul)